Siti
gadis kecil si penjaul bakso
Tangan kanannya menenteng termos berisi kuah bakso
sementara tangan kirinya menenteng ember berisi mangkok.Termos dan ember yang
ia jinjing sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Gadis kecil berumur 7
tahun itu tampak menyusuri jalan di perkampunagn sekitar rumahnya. Beban di
tangan semakin berat ketika ia melewati jalan yang turun naik. Gadis kecil itu
bernama Siti. Pekerjaan rutin sebagai penjual bakso sudah ia tekuni dengan
perasaan tanpa beban.
Siti adalah gadis kecil
yatim, yang tinggal bersama ibunya. Sang ibu bekerja sebagai buruh tani. Sejak
ayahnya meninggal Siti rela membantu mencari nafkah dengan menajajakan bakso
keliling kampung.
Bagi kebanyakan orang akan
meraskan iba melihat perjuangan Siti. Sepulang sekolah di mana perut masih
kosong Siti menjajakan bakso untuk mendapatkan rupiah. Ia berharap dari uang
yang terkumpul dapat membantu sang Ibu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan
memabntu sang Ibu siti ingin menajdi anak yang sholehah.
Apakah orang tua siti
mengeksploitasi anaknya untuk mencari nafkah ?. Eiit !, tunggu dulu. Dalam
sebuah wawancara di sebuah stasiun TV swasta Siti mengungkapkan bahwa Ia
berjualan bakso dengan rasa senang. Siti tidak merasa kehilangan waktu
bermainnya karena harus berjualan bakso.Ya, Siti memang ingin menjadi anak
sholehah yang dapat membantu sang Ibu. Bandingkan dengan para Ibu yang tega
menjadikan anaknya menjadi pengemis di pinggir jalan. Dengan berbekal
penderitaan banyak ibu yang mendidik anaknya menjadi pemalas. Dengan menjual
penderitaan mereka bersemboyan “ Kridho lumahing astha” alias berprinsip
“bekerja dengan menengadahkan tangan “. Siti dan Ibunya bukan tipikal manusia
yang ingin menjual penderitaannya untuk menadapatkan belas kasih orang lain.
Siti yang bercita-cita
menjadi seorang guru ngaji ini bisa jadi mempunya bakat entrepenur atau
wirausaha. Kegigihannya dalam menajalani hidup, pantang menyerah, tidak mudah
mengeluh dan kesabaran menjalani hidup adalah modal yang tidak dimiliki oleh
setiap anak. Dengan kecerdasan emosional yang dimiliki Ia tergugah membantu
ibunya dengan satu tujuan menjadi anak yang sholehah. Jika siti konsisten
dengan sikap yang Ia miliki saya yakin Siti akan menjadi orang yang mandiri dan
mampu memandirikan orang lain. Sejarah membuktikan banyak orang sukses yang
masa kecilnya dihiasi dengan perjuangan untuk keluar dari belenggu kemiskinan.
Kisah Siti gadis penjual bakso
ini mengundang simpati banyak orang. Beberapa TV swasta mengundangnya untuk
wawancara. Pada acara wawancara di sebuah televisi swsata, seorang pengusaha
memberi bantuan uang tunai dan besasiswa untuk Siti dari SD sampai perguruan
tinggi bahkan pengusaha tersebut memberi tempat kerja di perusahaannya bagi
Siti jika kelak lulus dari perguruan tinggi. Dengan mata berkaca-kaca sang
pengusaha terharu atas perjuangan Siti. Sang pengusaha teringat masa kecilnya
yang harus berjualan es mambo untuk membantu orang tuanya.Proteta sang
penguahasa ini semoga dapat menjadi napak tilas bagi Siti untuk menggapai
sukses serupa.
Bantuan bagi Siti saat ini
mengalir deras. Bahkan lewat jejaring sosial di internet banyak yang menggalang
dana bantuan untuk Siti. Tentu saja respon positif datang dari berbagai pihak.
Derasnya bantuan dari berbagai pihak kepada Siti tentunya perlu dicermati
dengan hati-hati. Siti yang masih bocah dan sang Ibu yang lugu tentu akan
senang mendapat bantuan tak terduga. Namun jika bantuan tersebut tidak di”manage” dengan benar justru akan
merugikan masa depan Siti kelak. Dengan berlimpahnya bantuan semoga Siti tidak
berubah. Siti tetap sebagai gadis sederhana yang mempunyai sikap senang
membantu orang tua , ulet, tahan cobaan, menjalani hidup dengan sabar dan
ikhlas. Kita tidak ingin “Ironi Darsem” terulang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar